Powered By Blogger
Imamul Khair Hanifa
23412646

www.gunadarma.ac.id
http://23412646.student.gunadarma.ac.id
imam.hanifa [ @ ] student.gunadarma.ac.id

Sunday, March 30, 2014

Lepasnya Pulau Ligitan dan Sipadan dari NKRI

Sengketa Ligitan dan Sipadan sebenarnya sudah terjadi sejak masa kolonial antara pemerintah Hindia Belanda dan Inggris. Pulau Sipadan pernah dimasukkan dalam peraturan tentang Perlindungan Penyu ( Turtle Preservation Ordinance ) oleh pemerintah Inggris pada tahun 1917. Keputusan ini ditentang oleh pemerintah Hindia Belanda yang merasa memiliki pulau tersebut. Sengketa kepemilikan pulau itu tak kunjung reda, meski gejolak bisa teredam. Kemudian, sengketa Ligitan dan Sipadan kembali muncul ke permukaan pada 1969. Sayang,tak ada penyelesaian tuntas sehingga kasus ini kembali mengambang. Lalu, Pemerintah Indonesia-Malaysia sepakat membawa kasus ini ke mahkamah Internasional pada tahun 1997. Dalam putusan Mahkamah Internasional yang jatuh pada 17 Desember 2002, Indonesia dinyatakan kalah. Untuk menghadapai sengketa ini Indonesia sampai menyewa lima penasehat hukum asing dan tiga peneliti asing untuk membuktikan kepemilikannya.

Sayang, segala upaya itu mentah di depan 17 hakim MI. Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Kemenangan Malaysia, kata menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda berdasarkan pertimbangan efektivitas, yaitu pemerintah Inggris ( penjajah malaysia ) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan peraturan perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun1930 dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Dalam kasus ini, pemerintah Indonesia menyatakan rasa kecewa yang mendalam karena upaya yang telah dilakukan oleh empat pemerintahan Indonesia sejak tahun 1997 ternyata tidak berhasil ( Sumber :  PKN IX, Depdiknas ).

Pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa lepasnya Ligitan dan Sipadan sebenarnya merupakan peringatan penting bagi pemerintah untuk lebih memerhatikan pulau-pulau di Nusantara yang jumlahnya tidak kurang dari 17.506 pulau di seluruh Indonesia.

Dalam kasus perbatasan Indonesia-Malaysia, Indonesia selalu kalah dari dahulu sampai sekarang, ini artinya Malaysia mengetahui persis kelemahan-kelemahan Indonesia (dengan bantuan Inggris tentunya). Dan di sisi lain, Malaysia menutup rapat-rapat kelemahan yang dimilikinya ( termasuk berlindung dalam negara-negara persemakmuran bekas jajahan Inggris ) agar tidak sampai diketahui atau ditembus oleh Indonesia.

Oleh karena itu, saatnya bagi kita untuk menutupi kelemahan-kelemahan Indonesia ( khususnya dalam diplomasi internasional ) dan menerapkan sistem HANKAMRATA serta wajib militer bagi rakyat Indonesia, agar camar bulan dan wilayah NKRI lainnya tidak berpindah ke pangkuan negara lain.

H. Agus Salim

Haji Agus Salim lahir di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, pada 9 Oktober 1884. Tokoh yang pada waktu kecil mempunyai nama Masyhudul Haq ini adalah seorang ulama dan tokoh pejuang kemerdekaan. Ayahnya seorang kepala jaksa di Pengadilan Tinggi Riau.

Pendidikan dasar ditempuh Agus Salim di Europeesche Lagere School (ELS) sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Agus Salim berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda. Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Agus Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja pada Konsulat Belanda di sana.
Agus Salim kemudian menekuni dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan surat kabar Fadjar Asia. Selanjutnya beliau menjabat sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim aktif dalam dunia politik sebagai pemimpin organisasi Sarekat Islam.
Agus Salim menguasai sembilan bahasa asing, diantaranya Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Arab, Turki dan Jepang. Haji Agus Salim pernah menjadi penerjemah di Konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Agus Salim pernah menjabat Menteri Luar Negeri pada periode 3 Juli 1947 – 20 Desember 1949. Pada masa jabatannya Agus Salim menjadi ketua delegasi Indonesia dalam Inter Asian Relation Conference di India dan berusaha membuka hubungan diplomatik dengan sejumlah Negara Arab, terutama Mesir dan Arab Saudi.
Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antara lain:
•  Anggota Volksraad (1921-1924)
•  Anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
•  Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II dan Kabinet Sjahrir III (1946-1947)
•  Pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir (1947)
•  Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin I dan Kabinet Amir Sjarifuddin II (1947-1948)
•  Menteri Luar Negeri Kabinet Kabinet Hatta I dan Kabinet Hatta II (1948-1949)
Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 Agus Salim mengarang buku "Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid Harus Dipahamkan?" yang kemudian diubah menjadi "Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal". Agus Salim meninggal dunia pada tanggal 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Jabatan dalam kabinet:
- Menteri Muda Luar Negeri dalam kabinet Sjahrir II masa kerja 12 Maret 1946 – 2 Oktober 1946
- Wakil Menteri Luar Negeri dalam kabinet Sjahrir III masa kerja 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947
- Menteri Luar Negeri dalam kabinet Amir Sjarifuddin I masa kerja 3 Juli 1947 – 11 November 1947
- Menteri Luar Negeri dalam kabinet Amir Sjarifuddin II masa kerja 11 November 1947 – 29 Januari 1948
- Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta I masa kerja 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949
- Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta II masa kerja 4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949.

Si Cepot Alias Bagong Alias Astrajingga

WAYANG memang sudah menjadi ciri khas budaya dari Indonesia, khususnya untuk wilayah pulau Jawa termasuk Jawa Barat. Jenis wayang yang terkenal dari pulau Jawa bagian barat ialah Wayang Golek. Bagi masyarakat Sunda sendiri, wayang golek sudah menjadi hiburan yang merakyat, mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Wayang golek sendiri mempunyai banyak tokoh, tetapi yang paling terkenal dan paling diingat oleh masyarakat ialah Si Cepot. Ia adalah sosok wayang yang penuh selera humor dan sudah menjadi ikon dari wayang golek. Sampai-sampai ada yang bilang, “Bukan orang Sunda namanya jika belum mengenal Si Cepot”. Seistimewa apakah sosok Si Cepot ini sehingga menjadi ikon dari wayang yang berasal dari Tanah Sunda?

Si Cepot atau yang dalam pewayangan mempunyai nama Astrajingga merupakan salah satu tokoh yang terdapat dalam dunia pewayangan, khususnya dalam kesenian wayang golek. Dia ini mempunyai wajah yang merah dengan gigi bawahhnya yang besar dan menonjol ke atas. Warna wajahnya yang merah ditafsirkan kitab wayang sebagai cerminan karakter yang buruk. Si Cepot ini mempunyai ciri khas suka ngabodor (bercanda). Cepot merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang terlahir dari pasangan Semar Badranaya dan Sutiragen. Dia mempunyai dua adik, yakni Dawala yang berhidung panjang dan Gareng yang berhidung bulat.

Nama Astrajingga sendiri berasal dari dua kata, yakni sastra yang berati tulisan dan jingga yang berarti merah yang melambangkan kelakuan yang buruk. Jadi Astrajingga merupakan cerminan karakter yang berkelakuan buruk seperti nilai rapor yang memiliki nilai merah. Tapi uniknya, meskipun Si Cepot sangat konyol dan selalu membuat jengkel, kehadirannya dalam suatu pertunjukan wayang malah selalu dinantikan. Karena kelucuan Si Cepot berdasarkan pada norma-norma, nilai-nilai, dan sikap hidup, sehingga kelucuannya mampu diterima oleh semua kalangan. Humornya juga sering menyentuh kehidupan sehari-hari. Dia merupakan tokoh yang sangat setia, kemanapun ayahnya pergi dia selalu menemaninya. Bahkan dia sangat setia pada negaranya, kesetiaannya ditunjukan saat bertarung mati-matian dengan buta hijau, antek kurawa demi membela negaranya.

Karena wataknya yang suka bercanda, banyak orang yang menyukai tokoh ini dan membuat Si Cepot menjadi terkenal. Dia ini tak pandang bulu dalam bercanda, Siapa saja bisa menjadi bahan candaannya, mulai dari para ksatria maha sakti, raja, sampai para dewa di langit. Tetapi dibalik humornya, Si Cepot ini selalu memberi nasihat dan petuah, tak jarang ia juga memberi kritikan pada pemerintah. Perilaku dan ucapannya selalu mengajarkan kita untuk bergotong royong, setia, selau ceria, dan membela kebenaran. Oleh karena itu, dalang biasanya menggunakan Si Cepot untuk menyampaikan pesan-pesan seperti kritik maupun petuah dengan sindiran yang disampaikan sambil guyon, agar bisa diterima oleh banyak orang.

Si Cepot beserta ayahnya dan kedua adiknya ini termasuk ke dalam tokoh wayang Punakawan, yakni tokoh abdi yang bertugas menasihati atau memberi petuah bijak bagi para Pandawa. Dalam suatu pertunjukan wayang golek, para tokoh ini biasanya ditampilkan pada bagian tengah cerita, ini dimaksudkan untuk membuat penonton lebih rileks dan bisa tertawa saat cerita mulai serius dan tegang.

Dalam cerita pewayangan Si Cepot ini biasanya menemani para ksatria, terutama Arjuna dan Madukara. Dia juga bisa bertempur seperti ksatria, senjata andalannya dalam berperang berupa Bedog (Golok).

Memang sangat unik wayang yang satu ini. Banyak hal yang patut dicontoh darinya. Di balik pribadi Cepot yang lucu dan suka membuat geger politik dengan tingkah laku yang nyeleneh, dia juga selalu punya pesan moral yang begitu bagus. Cepot merupakan cerminan rakyat jelata yang mempunyai sikap santai, setia, humoris, namun juga berani membela kebenaran.

Bunga Edelweis, Bunga Keabadian yang Hampir Punah

Edelweis (kadang ditulis eidelweis) atau Edelweis Jawa (Javanese edelweiss) juga dikenal sebagai Bunga Abadi yang mempunyai nama latin Anaphalis javanica, adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi Indonesia. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian maksimal 8 m dengan batang mencapai sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 m. Tumbuhan yang bunganya sering dianggap sebagai perlambang cinta, ketulusan, pengorbanan, dan keabadian ini sekarang dikategorikan sebagai tanaman langka.



Edelweis juga melambangkan pengorbanan. Karena bunga ini hanya tumbuh di puncak-puncak atau lereng-lereng gunung yang tinggi sehingga untuk mendapatkannya membutuhkan perjuangan yang amat berat. Ditambah lagi dengan adanya larangan membawa pulang bunga ini, pemetik harus main petak umpet dengan petugas Jagawana.



Yang paling menarik, meskipun dipetik bunga ini tidak akan berubah bentuk dan warnanya, selama disimpan di tempat yang kering dengan suhu ruangan. Karenanya, menurut orang-orang edelweis adalah bunga keabadian.